waduh udah hebat2 skr org2 menjalankan usaha dan ekspansi bisnisnya, dgn memanfaatkan media publikasi dan ruang iklan yg tak terbatas di jaman skr ini, membuat org2 tsb semakin kreatif dan inovatif dlm memainkan harapan dan rasa penasaran konsumennya, dr mulai penggunaan nama yg engga beken, yang bila kalau dipakaikan kepada nama anak yang baru lahir, dipastikan si anak setelah besar nanti akan malu karena menggangap orang tuanya ketinggalan jaman hehe alias jadul ^_^ secara, skr banyak orang tua memberi nama anaknya dengan meniru nama-nama artis atau yang sedang trend pada zamannya. Tapi bila sesuatu yang nyentrik atau belum lazim dipakaikan kepada sesuatu hal atau produk konsumsi masyarakat perkotaan khususnya oleh anak muda/ anak gaul sudah barang tentu menjadi trend yang cepat berkembang yang terkadang kalau dikaji lebih dalam produk tersebut bukan produk yang baru, sebagai contoh Keripik singkong pedas (pikset) dan kerupuk gurilem super pedas berlabelkan nama dagang “Ma Icih” yang kini sedang ramai dibicarakan orang banyak, bukan penasaran dengan rasanya saja karena sudah tahu pasti rasanya pedas, tapi orang mencari karena kalau sudah membeli kemudian ada pengalaman yang bisa diceritakan kepada orang lain bahwa dia sudah membeli, ada rasa kebanggaan bahwa dia sudah berkorban dengan waktunya untuk mendapat produk tersebut, kemudian sensasi ketika mengantri bersamaan dengan banyak anak muda di suatu mall (seperti PVJ) yang menjadi basecamp tempat nongkrong anak-anak gaul dirasakan ada suatu prestigious tidak seperti ngantri sembako di pasar atau ngantri beli gas elpigi di gudang/grosir. Bahkan banyak juga yang mencari produk ini di mall dan supermarket jaringan internasional. Padahal kalau kita melihat dari bahan baku dan rasa utama sama saja dengan memakan keripik pedas/ pikset yang banyak dijual di gerobak-gerobak pinggir jalan atau yang ada di warung-warung. Tidak ada suatu inovasi yang besar dalam pengolahan bahan baku menjadi keripik singkong atau gurilem tersebut. Ada nilai tambah ketika konsumen mempublikasikan pengalamannya dan usahanya melalui jejaring sosial dengan mengupdate status dan men-sharenya melalui facebook atau twitter yang sudah menjadi agenda harian dan sebagian waktu beraktivitas orang-orang dalam media sosial online. Ramai pula berita melalui BBM, YM, twitter bahkan ada beberapa orang yang bertanya akibat status facebook salah satu konsumen yang sudah pernah beli, yang menangis karena dihantam kedahsyatan rasa pedas Ma Icih ini. Sehingga rasa penasaran selalu saja menjadi rasa yang ada pada diri komunitas informan pengguna media ketika suatu isu atau informasi sedang top-top nya dibicarakan. Untuk dapat menarik hati atau minat konsumen secara individual dan emosi. Pelaku bisnis Ma Icih berusaha mengikat pengalaman disekeliling produk maupun services yang ada untuk dapat menarik konsumen lebih banyak dengan menawarkan sebagai agen distributor dengan panggilan “Jenderal” ^_^ (hehe.. hebat baru ada pebisnis yang berani menggunakan istilah yang berbeda dengan kesan imagenya yang tinggi dibanding sebutan sales/makelar/marketing yang sudah biasa). Cara pendistribusian produk yang dipimpin oleh Reza Nurhilman sebagai Presiden Ma Icih ini memang unik. Hanya dengan menggunakan jalur jejaring sosial. Melalui jejaring sosial ini (fb, twitter) biasanya diinfokan jadwal distribusi atau penjualan (hehe.. seakan2 seperti mau nonton bioskop aja pake jadwal atau booking tiket promo airline ^_^ ), informasi lokasi misalnya, pada hari tertentu, ia mentweet status bahwa penjualan Ma Icih akan berada di Dago, berarti calon konsumen harus datang ke Dago. Keesokan harinya, lokasi penjualan akan dilakukan di tempat yang berbeda. Biasanya mereka berjualan dengan menggunakan mobil atau bekerja sama dengan kafe tertentu. Dengan sistem pemasaran seperti ini ada kesan eksklusifitas terhadap keripik Ma Icih karena tidak dijual secara bebas (weiss.. hebat kaya jualan tas atau jam tangan branded ^_^ dan beli tiket pesawat kelas bisnis dpt lounge khusus, kalau begitu kita bikin spanduk Most Wanted “Ma Icih” ;-) hehe )
"Sistem pemasaran seperti ini tidak akan saya ubah. Walaupun banyak keripik pedas lain, tapi Ma Icih sudah jadi trade mark Kota Bandung. Kalau saya simpan di toko-toko, jangka panjangnya, terlalu riskan. Kalau dengan begini, keripik Ma Icih jadi eksklusif dan bikin pembeli penasaran, " kata Reza, Presiden Manajemen Ma Icih, ketika ditemui Tribun, saat launching produk terbaru Ma Icih di Braga Kafe, Jalan Braga depan kantor bjb, Sabtu (12/3)
Saat launching tersebut, antrean pembeli mengular hingga keluar kafe. Para peminat Ma Icih sudah antre sejak pukul 17.00, padahal pemesanan baru dibuka pukul 18.00. Para pembeli dibatasi maksimal tiga bungkus untuk semua varian. Dalam kantung kresek yang dibawa para pembeli tersebut tertulis "I'm the lucky who got this thing".
(Tribunjabar.co.id,KAMIS,17/3/2011)
Jelas ada kesengajaan dari pihak manajemen Ma Icih dalam teknik pemasarannya kepada calon kosumennya, ada pengalaman yang ingin ditanamkan berdasarkan pada ingatan atas kejadian yang menarik hati pembeli.
Mengkaji beberapa konsep marketing yang digunakan oleh manajemen keripik Ma Icih, menurut saya salah satunya Experiential Marketing.
“Experiential marketing is a new approach for the branding and information age. It deals with customer experiences and is quite different from traditional forms of marketing, which focus on functional features and benefits of products” (http://pioneer.netserv.chula.ac.th/~ckieatvi/Fatho m_Exp_Marketing.htm). Kutipan di atas maksudnya bahwa experiential marketing merupakan sebuah pendekatan baru untuk memberikan informasi mengenai merek dan produk. Hal ini terkait erat dengan pengalaman pelanggan dan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus pada fungsi dan keuntungan sebuah produk.
“ … experiential marketing defined as "a fusion of non-traditional modern marketing practices integrated to enhance a consumer's personal and emotional association with a brand,"(http://agelessmarketing.typepad.com/ageless_marketing/2005/01/exactly_what_is.html). Inti kutipan itu experiential marketing merupakan perpaduan praktek antara pemasaran non tradisional yang terintegrasi untuk meningkatkan pengalaman pribadi dan emosional yang berkaitan dengan merek.
“ Importantly, the idea of experiential marketing reflects a right brain bias because it is about fulfilling consumers’ aspirations to experience certain feelings – comfort and pleasure on one hand, and avoidance of discomfort and displeasure on the other”. (http://agelessmarketing.typepad.com/ageless_marketing/2005/01/exactly_what_is.html). Kutipan ini menyatakan bahwa inti experiential marketing sangat penting dalam merefleksikan adanya bias dari otak kanan karena menyangkut aspirasi pelanggan untuk memperoleh pengalaman yang berkaitan dengan perasaan tertentu kenyamanan dan kesenangan di satu pihak dan penolakan atas ketidaknyaman dan ketidaksenangan di lain pihak.
Jelas sekali dari definisi-definisi diatas menjelaskan bahwa Experiential marketing adalah lebih dari sekedar bukan hanya memberikan informasi dan peluang pada konsumen untuk memperoleh pengalaman atas keuntungan yang didapat dari produk atau jasa itu sendiri tetapi juga membangkitkan emosi dan perasaan yang berdampak terhadap pemasaran, khususnya penjualan.
Kita pasti masih ingat selain keripik Ma Icih ada beberapa pelaku bisnis yang sukses melakukan teknik Experiential marketing, beberapa bulan yang lalu ketika kita dihebohkan oleh “Magnum Walls” dengan re-brandingnya, yang jauh sebelumnya kalau kita perhatikan brand dan penjualan magnum tidak sekuat “Conello”. Ketika inovasi produk baru “cornetto” diluncurkan dengan share iklan yang tinggi, harga produk yang relatif terjangkau tidak menorehkan prestasi Walls dibanding brand Magnum yang kini sudah merambah kepada unit bisnis Magnum cafĂ©. Sama halnya dengan Sepatu dan sandal “Crocs” juga sukses menghebohkan warga kota-kota besar di Indonesia, menjadi pemberitaan sepekan dan berperiode di media massa belum lama-lama ini, dan tentu saja memberikan pengalaman yang berarti kepada calon pembeli yang sudah bersedia mengantri berjam-jam, berdesak-desakan dan tetap membeli walaupun tetap harganya masih tergolong tinggi walau sudah kena potongan harga. Produk Crocs didukung dengan inovasi suatu model dan desain serta bahan sepatu dan sandal yang berbeda pada umumnya sepatu terbuat dari kulit, karet atau kanvas, Crocs terbuat dari busa resin sehingga ringan dipakai yang memberikan kenyamanan pada kaki siapa saja dari anak kecil hingga orang dewasa, serta menawarkan kesan santai dan tentu saja dengan brandnya yang sudah mengglobal. Ada salah satu pengalaman istimewa dari seorang pengguna Crocs yang banyak disebarluaskan dan ditestimonikan, dipublikasikan di media internet, tentang seorang anak berumur tiga tahun asal South Ockendon yang tersengat listrik alat pengering rambut ketika sedang berada di ruang ganti kolam renang dengan ibunya. Anak itu menderita luka bakar dari shock listrik, tetapi dokter percaya bahwa sepatu plastik yang dikenakannya telah bertindak sebagai insulator (bahan isolator yang menghambat arus listrik) dan menyelamatkan hidupnya, dengan menghentikan arus listrik ke tanah.
“Aliran listrik biru terang menyentuh lengannya dan menyengat tubuhnya. Ini sangat mengerikan,dia menjerit kesakitan dan gemetar,” Danielle juga menuturkan bahwa T-shirt dan jumper yang ia kenakan terbakar dan hangus, juga menyebabkan luka bakar seukuran uang logam. Petugas paramedis mengatakan bocah itu benar-benar beruntung mengenakan sepatu Crocs pada saat itu. Sepatu Crocs berwarna cerah yang terbuat dari busa resin ini dapat menghentikan aliran listrik pada tubuhnya dan menyelamatkannya dari cidera serius. Danielle yang melihat kejadian itu benar-benar ngeri melihat aliran listrik tegangan tinggi menyambar tubuh anaknya. (arsipberita.com/crocs).
Banyak studi kasus yang kita bisa ambil mengenai teknik dan gaya-gaya pemasaran disekitar kita, bahkan tidak sengaja kitapun ikut menjadi konsumen didalamnya, salah satu teknik pemasaran yang fokus kepada Experiential Marketing, dari segi teorinya, menurut karakteristiknya Experiential Marketing, Schmitt (1999, p.12) membagi Experiential Marketing menjadi empat kunci karakteristik antara lain: 1). Fokus pada pengalaman konsumen. Suatu pengalaman terjadi sebagai pertemuan, menjalani atau melewati situasi tertentu yang memberikan nilai-nilai indrawi, emosional, kognitif, perilaku dan relasional yang menggantikan nilai-nilai fungsional. Dengan adanya pengalaman tersebut dapat menghubungkan badan usaha beserta produknya dengan gaya hidup konsumen yang mendorong terjadinya pembelian pribadi dan dalam lingkup usahanya. 2). Menguji situasi konsumen. Berdasarkan pengalaman yang telah ada konsumen tidak hanya menginginkan suatu produk dilihat dari keseluruhan situasi pada saat mengkonsumsi produk tersebut tetapi juga dari pengalaman yang didapatkan pada saat mengkonsumsi produk tersebut. 3) Mengenali aspek rasional dan emosional sebagai pemicu dari konsumsi. Dalam Experiential Marketing, konsumen bukan hanya dilihat dari sisi rasional saja melainkan juga dari sisi emosionalnya. Jangan memperlakukan konsumen hanya sebagai pembuat keputusan yang rasional tetapi konsumen lebih menginginkan untuk dihibur, dirangsang serta dipengaruhi secara emosional dan ditantang secara kreatif. 4). Metode dan perangkat bersifat elektik. Metode dan perangkat untuk mengukur pengalaman seseorang lebih bersifat elektik. Maksudnya lebih bergantung pada objek yang akan diukur atau lebih mengacu pada setiap situasi yang terjadi daripada menggunakan suatu standar yang sama. Pada Experiential Marketing, merek bukan hanya sebagai pengenal badan usaha saja, melainkan lebih sebagai pemberi pengalaman positif pada konsumen sehingga dapat menimbulkan loyalitas pada konsumen terhadap badan usaha dan merek tersebut.
Selain itu Experiential Marketing dapat dimanfaatkan secara efektif apabila diterapkan pada beberapa situasi tertentu. Ada beberapa manfaat yang dapat diterima dan dirasakan suatu badan usaha menurut pandangan Schmitt (1999, p.34) apabila menerapkan Experiential Marketing antara lain: (a) to turn araund a declining brand, (b) to be differentiate a product from competition, (c) to create an image and identity for a corporation, (d) to promote innovation, (e) to induce trial, purchase and the most important, loyal consumption.
yang kurang lebih memiliki arti (a) untuk membangkitkan kembali merek yang sedang merosot, (b) untuk membedakan satu produk dengan produk pesaing, (c) untuk menciptakan citra dan identitas sebuah perusahaan, (d) untuk mempromosikan inovasi, (e) untuk membujuk percobaan, pembelian dan loyalitas konsumen.
So, kita tunggu siapa lagi yang akan menggebrak dengan Experiential Marketing berikutnya??? nantikan and be a selective consumer! ^_^